Selamat Datang...Terimakasih -- Telah Berkunjung;tp masih dalam proses,Tapi - Jangan Lupa Bergabung...-- seadanya aja ya,he.."Jangan Menunggu Petang, Jadilah Sesegera Pagi!! -- http://iemaes.blogspot.com/... thank's;

Selasa, 16 April 2013

Sekolah di Ujung Pagi


Oleh: petang (imas masitoh)


Di pagi hari yang cerah, langit tak berselimutkan  awan, tetesan  embun  di dedaunan masih berbekas  hujan semalam tadi dan tak terasa bola besar berwarna terang semakin tinggi semakin hangat  pula tubuh oleh sinarnya mentari.  Ujang masih saja menatap langit di jendela kamarnya sembari memegang buku dan pulpennya. Tiba-tiba ia pun tersenyum sendiri seolah memang ada yang sedang difikirkannya.
“Ujang, ayo cepat berangkat ke sekolah nanti kesiangan!” Ibunya mencoba mengingatkan.
“Iya Emak.” Kata Ujang sambil mencium tangan ibunya.
“Assalaamu’alaikum.”
“Walaikumsalaam.”
Ujangpun bergegas pergi ke sekolah dengan berjalan kaki, tinggal beberapa meter lagi sampai di sekolah, Ujang  kembali lagi ke rumahnya mengambil barang yang ketinggalan.
Aya naon Ujang, balik deui ka imah?”
“Buku Ujang ketinggalan Emak!”
                                                                        ***
            Ketika istirahat Ujang seperti biasanya pergi ke belakang sekolah duduk di bawah pohon  rindang, tak lupa buku dan pulpen yang selalu setia menemaninya. Ujang pun seolah berteriak membaca puisi yang ditulisnya.
Teruntuk dunia, aku tahu aku hanya sekolah yang beralaskan kayu
            Teruntuk akherat, kelak aku ingin mencapai syurgaNya..
Tiba-tiba terdengar ada yang bertepuk tangan menghampirinya, dan ternyata adalah temannya, Nina.
            “Kenapa kamu Jang tidak ikut main dengan teman-temanmu?”Tanya Nina sambil mendekatinya.
            “Kau tahu Nina, aku lagi ingin sendiri. Kok kamu ada disini?”
            “Aku mengantarkan surat dari sekolahku, oya Ada lomba baca puisi Se-Provinsi di sekolah kakakku pekan besok, temanya tentang sekolahku, ini pampletnya, kamu bisa ikut kan?”
            Belum Ujang sempat menjawabnya, bel sekolah berbunyi tanda belajar di kelas akan dimulai lagi, Nina bergegas pergi keluar pagar dengan menaiki mobil pribadinya karena ia sekolah berbeda dengan tempat Ujang sekolah. Nina bersekolah di sekolah yang sudah terkenal di tempat tinggalnya. Nina rumahnya tidak jauh dengan tempat tinggal Ujang.
            “Aku Ujang, aku harus ikut!” Dalam hati Ujang.
Tak terasa bel pulang berbunyi, Ujang, Asep, Lis dan Tatang pulang berjalan kaki bersama-sama. Tak lupa ibu gurunya pun ikut berjalan kaki. Mereka asyik bercengkrama membicarakan tentang sekolah dengan Ibu gurunya.
“Bu, kapan sekolah kita bagus seperti sekolah punya Nina?” tanya Tatang.
“Maksud kamu bagus apanya Tang, bangunannya? “Tanya Lis.
            “Sekolah kita sudah bagus kok, kata siapa belum. Lihat sekarang yang sekolah di sekolah kita siapa? Kan ada kalian, anak-anak ibu yang baik-baik dan pintar-pintar.” Jawab ibu guru sambil tersenyum.
            “Ah ibu ini bisa saja!” Ujang sambil menggaruk-garuk kepalanya.
            “Kenapa kamu Jang?Banyak kutunya?” Canda Asep, semuanyapun tertawa.  
***
          “Emak, buku Ujang bentar lagi habis, patlot Ujang juga semakin pendek.”
           “Sabar yah Jang, Emak sekarang tidak ada uang, bapak juga belum ada kabar kapan bisa pulang.” Jawab ibunya  yang sedang masak sambil mengusap keningnya yang berkeringat akibat rasa panas didekat tungku.  
            “Lagi pula masih bisa kan buku dan pensilnya dipakai.”
            ‘Iya Emak.” Tahan Ujang sambil menunduk menuju kamarnya.
             Ketika Ujang sampai di kamarnya ia melihat pamplet lomba puisi yang di berikan oleh Nina yang ditempel di dinding dekat lemari kamarnya.
           “Ah lombanya sebentar lagi, aku harus siap-siap, tapi untuk registrasinya ada tidak yah?” Ujangpun mengambil kotak berwarna ijo tua di bawah ranjangnya yang mulai reod. Dan kotak itu adalah celengannya.
             Dan seperti biasa ia menulis dibukunya yang tinggal sedikit lagi lembarannya yang kosong juga patlotnya yang semakin mengecil.
                                                                ***
            “Peserta selanjutnya dengan nomor urut 08 atas nama Ujang dari SD Islam Cimayang.“ Teriak panitia lomba.
              Ujang pun bergegas pergi ke arah panggung. Setelah beberapa lama bersorak semuanya kagum atas penampilan Ujang.
             Setelah selesai Ujang pun langsung duduk kembali di kursi yang telah disediakan oleh panitia. Tiba-tiba Nina dan kakaknya mendekatinya.
           “Subhanallah Jang penampilanmu bagus.” Kakaknya Nina mencoba memuji Ujang.
            “Ya Jang bagus sekali, aku bangga punya teman seperti kamu.” Tambah Nina.
 Ujangpun hanya tersenyum.
             “Jang kamu sendirian kesininya, Ibu guru dan teman-teman kamu mana?” Tanya Nina.
              “Iya  Ujang sendirian, Ibu guru dan teman-teman belum bisa kesini, karena jaraknya yang lumayan jauh. Jadi Ujang juga khawatir merepotkan mereka.” Jawab Ujang.
           “Ya udah Ujang pulang duluan yah maaf tidak bisa sampai akhir, tadi Ujang sudah izin kepada panitia. Soalnya Ujang naik kereta kalau sudah sore keretanya tidak ada.”
           “Di anterin yah!” Ajak Nina.
           “Tidak usah, terimakasih yah kak, Nina.”
            ‘Ongkosnya ada?”
           “Iya ada, pamit yah Nina, Kak.”
           “Ya sudah hati-hati yah.”
           “Iya, assalaamualaikum.”
           “Walaikumsalaam.”
            Nina dan kakaknya masih melihat kepergian Ujang sampai tidak terlihat lagi tubuhnya yang kecil, mereka sangat kagum dengan keberanian Ujang. Ujang merupakan peserta  yang datang pertama tanpa ditemani dengan siapapun. Dan sekolahnyapun belum tahu kalau Ujang ikut lomba puisi Se-Provinsi di sekolah kakaknya Nina.
***
               Pagi-pagi sekali Ujang berangkat ke sekolah dengan seperti biasa berjalan kaki, dan dengan tujuan bisa bertemu Nina untuk mendapatkan informasi mengenai lomba puisi kemarin.
“Bagaimana Nina, siapa yang dapat juara puisi?” Tanya Ujang.
“Maaf Jang, kamu tidak dapat juara.” Jawab Nina.
“Iya tidak apa-apa.” Jawab Ujang sambil menundukkan kepala.
Padahal, Ujang sangat berharap bisa mendapat juara dilomba puisi Se-Provinsi itu, karena hadiahnya Ujang ingin membeli buku dan pulpen yang baru, terlebih yang paling utama bisa mengharumkan nama sekolahnya.
Setiba di sekolah ternyata semua siswa harus berkumpul di lapangan ada pengumuman penting dari sekolah, Ujangpun berlari pergi ke kelas menyimpan tasnya dan langsung pergi ke lapangan.
Ternyata pengumumannya adalah bahwa ada yang telah meraih prestasi yaitu melalui lomba. Semua siswa pun gembira mendengarnya dan mulai penasaran  siapa orangnya. Ternyata siswa yang berprestasi itu adalah Asep mendapat juara 1 lomba pidato, Lis juara II lomba  Sains, dan Tatang  juara II lomba menggambar. Semuanya terperangah dengan pengumuman tadi. Dan ternyata Asep, Lis dan Tatang juga tidak memberitahu sekolah bahwa mereka mengikuti lomba itu. Dan mereka mengikuti lomba di sekolah kakaknya Nina, hanya dihari yang berbeda. Oleh karena itu, Asep, Lis, Tatang pada kaget. Dan ternyata mereka punya niatan yang sama dengan Ujang salah satunya ingin mengharumkan sekolahnya. Dan sekolah sangat berterima kasih kepada mereka karena telah mengharumkan sekolah.
“Dan ada satu lagi pengumuman.” Kata kepala sekolah.
Serempak semuanya diam penasaran. Pengumumannya adalah ada siswa baru ternyata siswa baru itu Nina temannya Ujang. Nina pun diberi kesempatan untuk menyampaikan apa yang ingin ia sampaikan bahwa ia sangat kagum terhadap sekolah barunya, siswa-siswanya yang baik, ramah, ditambah berprestasi dan bisa menjadi tauladan bagi sekolah yang lain.  Dan sekolah barunya  merupakan sekolah Impiannya.
“Salah satu contohnya adalah Ujang keadaannya tidak memadamkan semangatnya untuk sekolah, iapun pemberani dan akhlaknya yang baik serta berprestasi dan alhamdullillah ia telah mendapatkan juara pertama lomba baca puisi Se-Provinsi di sekolah kakakku, selamat yah Ujang, maaf Nina bohong dulu padamu soalnya ingin memberikan kabar bahagia ini di depan teman-temanmu juga.” Sambil menyalami Ujang.  Semuanya bertepuk tangan dan menangis haru atas kabar bahagia yang di dapat di sekolah mereka.  Akhirnya Ujangpun bisa membeli buku dan pensilnya yang baru.