Oleh: petang (imas masitoh)
Di
pagi hari yang cerah, langit tak berselimutkan
awan, tetesan embun di dedaunan masih berbekas hujan semalam tadi dan tak terasa bola besar
berwarna terang semakin tinggi semakin hangat
pula tubuh oleh sinarnya mentari.
Ujang masih saja menatap langit di jendela kamarnya sembari memegang
buku dan pulpennya. Tiba-tiba ia pun tersenyum sendiri seolah memang ada yang
sedang difikirkannya.
“Ujang,
ayo cepat berangkat ke sekolah nanti kesiangan!” Ibunya mencoba mengingatkan.
“Iya
Emak.” Kata Ujang sambil mencium tangan ibunya.
“Assalaamu’alaikum.”
“Walaikumsalaam.”
Ujangpun
bergegas pergi ke sekolah dengan berjalan kaki, tinggal beberapa meter lagi
sampai di sekolah, Ujang kembali lagi ke
rumahnya mengambil barang yang ketinggalan.
“Aya
naon Ujang, balik deui ka imah?”
“Buku
Ujang ketinggalan Emak!”
***
Ketika istirahat Ujang seperti
biasanya pergi ke belakang sekolah duduk di bawah pohon rindang, tak lupa buku dan pulpen yang selalu
setia menemaninya. Ujang pun seolah berteriak membaca puisi yang ditulisnya.
Teruntuk dunia, aku tahu aku hanya sekolah yang
beralaskan kayu
Teruntuk
akherat, kelak aku ingin mencapai syurgaNya..
Tiba-tiba
terdengar ada yang bertepuk tangan menghampirinya, dan ternyata adalah
temannya, Nina.
“Kenapa kamu Jang tidak ikut main
dengan teman-temanmu?”Tanya Nina sambil mendekatinya.
“Kau tahu Nina, aku lagi ingin
sendiri. Kok kamu ada disini?”
“Aku mengantarkan surat dari
sekolahku, oya Ada lomba baca puisi Se-Provinsi di sekolah kakakku pekan besok,
temanya tentang sekolahku, ini pampletnya, kamu bisa ikut kan?”
Belum Ujang sempat menjawabnya, bel
sekolah berbunyi tanda belajar di kelas akan dimulai lagi, Nina bergegas pergi
keluar pagar dengan menaiki mobil pribadinya karena ia sekolah berbeda dengan
tempat Ujang sekolah. Nina bersekolah di sekolah yang sudah terkenal di tempat
tinggalnya. Nina rumahnya tidak jauh dengan tempat tinggal Ujang.
“Aku
Ujang, aku harus ikut!” Dalam hati Ujang.
Tak
terasa bel pulang berbunyi, Ujang, Asep, Lis dan Tatang pulang berjalan kaki
bersama-sama. Tak lupa ibu gurunya pun ikut berjalan kaki. Mereka asyik
bercengkrama membicarakan tentang sekolah dengan Ibu gurunya.
“Bu,
kapan sekolah kita bagus seperti sekolah punya Nina?” tanya Tatang.
“Maksud
kamu bagus apanya Tang, bangunannya? “Tanya Lis.
“Sekolah kita sudah bagus kok, kata
siapa belum. Lihat sekarang yang sekolah di sekolah kita siapa? Kan ada kalian,
anak-anak ibu yang baik-baik dan pintar-pintar.” Jawab ibu guru sambil
tersenyum.
“Ah ibu ini bisa saja!” Ujang sambil
menggaruk-garuk kepalanya.
“Kenapa kamu Jang?Banyak kutunya?”
Canda Asep, semuanyapun tertawa.
***
“Emak, buku Ujang bentar lagi habis, patlot Ujang juga semakin
pendek.”
“Sabar yah Jang, Emak sekarang tidak ada uang, bapak juga belum ada
kabar kapan bisa pulang.” Jawab ibunya yang sedang masak sambil mengusap keningnya
yang berkeringat akibat rasa panas didekat tungku.
“Lagi pula masih bisa kan buku dan
pensilnya dipakai.”
‘Iya Emak.” Tahan Ujang sambil
menunduk menuju kamarnya.
Ketika Ujang sampai di kamarnya ia melihat pamplet
lomba puisi yang di berikan oleh Nina yang ditempel di dinding dekat lemari
kamarnya.
“Ah lombanya sebentar lagi, aku harus siap-siap, tapi untuk
registrasinya ada tidak yah?” Ujangpun mengambil kotak berwarna ijo tua di
bawah ranjangnya yang mulai reod. Dan kotak itu adalah celengannya.
Dan seperti biasa ia menulis dibukunya
yang tinggal sedikit lagi lembarannya yang kosong juga patlotnya yang semakin
mengecil.
***
“Peserta selanjutnya dengan nomor
urut 08 atas nama Ujang dari SD Islam Cimayang.“ Teriak panitia lomba.
Ujang pun bergegas pergi ke arah panggung. Setelah beberapa lama
bersorak semuanya kagum atas penampilan Ujang.
Setelah selesai Ujang pun langsung duduk
kembali di kursi yang telah disediakan oleh panitia. Tiba-tiba Nina dan
kakaknya mendekatinya.
“Subhanallah Jang penampilanmu bagus.” Kakaknya Nina mencoba memuji
Ujang.
“Ya Jang bagus sekali, aku bangga
punya teman seperti kamu.” Tambah Nina.
Ujangpun hanya tersenyum.
“Jang kamu sendirian kesininya, Ibu guru dan teman-teman kamu mana?” Tanya
Nina.
“Iya Ujang sendirian, Ibu guru dan teman-teman
belum bisa kesini, karena jaraknya yang lumayan jauh. Jadi Ujang juga khawatir
merepotkan mereka.” Jawab Ujang.
“Ya udah Ujang pulang duluan yah maaf tidak bisa sampai akhir, tadi Ujang
sudah izin kepada panitia. Soalnya Ujang naik kereta kalau sudah sore keretanya
tidak ada.”
“Di anterin yah!” Ajak Nina.
“Tidak usah, terimakasih yah kak, Nina.”
‘Ongkosnya ada?”
“Iya ada, pamit yah Nina, Kak.”
“Ya sudah hati-hati yah.”
“Iya, assalaamualaikum.”
“Walaikumsalaam.”
Nina dan kakaknya masih melihat kepergian Ujang sampai tidak terlihat
lagi tubuhnya yang kecil, mereka sangat kagum dengan keberanian Ujang. Ujang
merupakan peserta yang datang pertama
tanpa ditemani dengan siapapun. Dan sekolahnyapun belum tahu kalau Ujang ikut
lomba puisi Se-Provinsi di sekolah kakaknya Nina.
***
Pagi-pagi sekali Ujang berangkat
ke sekolah dengan seperti biasa berjalan kaki, dan dengan tujuan bisa bertemu Nina
untuk mendapatkan informasi mengenai lomba puisi kemarin.
“Bagaimana
Nina, siapa yang dapat juara puisi?” Tanya Ujang.
“Maaf
Jang, kamu tidak dapat juara.” Jawab Nina.
“Iya
tidak apa-apa.” Jawab Ujang sambil menundukkan kepala.
Padahal,
Ujang sangat berharap bisa mendapat juara dilomba puisi Se-Provinsi itu, karena
hadiahnya Ujang ingin membeli buku dan pulpen yang baru, terlebih yang paling
utama bisa mengharumkan nama sekolahnya.
Setiba
di sekolah ternyata semua siswa harus berkumpul di lapangan ada pengumuman penting
dari sekolah, Ujangpun berlari pergi ke kelas menyimpan tasnya dan langsung
pergi ke lapangan.
Ternyata
pengumumannya adalah bahwa ada yang telah meraih prestasi yaitu melalui lomba.
Semua siswa pun gembira mendengarnya dan mulai penasaran siapa orangnya. Ternyata siswa yang
berprestasi itu adalah Asep mendapat juara 1 lomba pidato, Lis juara II
lomba Sains, dan Tatang juara II lomba menggambar. Semuanya
terperangah dengan pengumuman tadi. Dan ternyata Asep, Lis dan Tatang juga
tidak memberitahu sekolah bahwa mereka mengikuti lomba itu. Dan mereka
mengikuti lomba di sekolah kakaknya Nina, hanya dihari yang berbeda. Oleh
karena itu, Asep, Lis, Tatang pada kaget. Dan ternyata mereka punya niatan yang
sama dengan Ujang salah satunya ingin mengharumkan sekolahnya. Dan sekolah
sangat berterima kasih kepada mereka karena telah mengharumkan sekolah.
“Dan
ada satu lagi pengumuman.” Kata kepala sekolah.
Serempak
semuanya diam penasaran. Pengumumannya adalah ada siswa baru ternyata siswa
baru itu Nina temannya Ujang. Nina pun diberi kesempatan untuk menyampaikan apa
yang ingin ia sampaikan bahwa ia sangat kagum terhadap sekolah barunya,
siswa-siswanya yang baik, ramah, ditambah berprestasi dan bisa menjadi tauladan
bagi sekolah yang lain. Dan sekolah
barunya merupakan sekolah Impiannya.
“Salah
satu contohnya adalah Ujang keadaannya tidak memadamkan semangatnya untuk
sekolah, iapun pemberani dan akhlaknya yang baik serta berprestasi dan
alhamdullillah ia telah mendapatkan juara pertama lomba baca puisi Se-Provinsi di
sekolah kakakku, selamat yah Ujang, maaf Nina bohong dulu padamu soalnya ingin
memberikan kabar bahagia ini di depan teman-temanmu juga.” Sambil menyalami
Ujang. Semuanya bertepuk tangan dan
menangis haru atas kabar bahagia yang di dapat di sekolah mereka. Akhirnya Ujangpun bisa membeli buku dan
pensilnya yang baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar